Minggu, 20 September 2009

YANG BBERHENTI MENJADI LAKI-LAKI

Siapa yang menabur angin dia akan menuai badai.
Itulah peribahasa yang cocok untuk menggambarkan nasib
saya. Akibat terbuai kenikmatan sesaat, saya harus
menanggung beban masa depan yang suram. Saya laki-laki
yang terpaksa harus berhenti menjadi laki-laki sejati. Saya
kehilangan kejantanan.
Saya lahir dari keluarga baik-baik. Lahir 28 tahun
yang lalu. Anak keempat dari lima bersaudara. Ayah pegawai
negeri, ibu membuka warung kecil-kecilan di depan rumah.
Peraturan di rumah cukup ketat, ibadah tidak boleh
terlewatkan. Sekalipun hidup tidak mewah namun saya
bahagia dengan kesederhanaan itu.
Sejak sekolah dasar hingga SMA (kini SMU) prestasi
saya cukup bagus. Ranking pertama pernah diraih sekalipun
kebanyakan ranking lima besar. Saya juga pernah menjuarai
kejuaraan bela diri tingkat SLTA. Selain itu aktif di
organisasi siswa.
Saya kuliah di salah satu PTN di Bandung jurusan
Teknik Sipil. Karena tempat kuliah jauh, saya terpaksa kost

di salah satu rumah. Prestasi di perkuliahan cukup lumayan,
IP tidak pernah kurang dari 2,5. Aku juga aktif di organisasi
intra dan ekstra kampus. Tak lupa hobiku bela diri
tersalurkan di PTN itu.
Namun sayang, perjalanan hidup saya tidak semulus
yang orang perkirakan. Kost di tempat itu menjadi awal
malapetaka. Aku kost di salah satu rumah yang berbaur
dengan penghuni rumah yang lain. Ibu kost mempunyai tiga
anak yang semuanya masih sekolah di tingkat dasar dan
lanjutan. Suaminya pegawai negeri di salah satu departemen
yang sehari-hari berangkat pagi dan pulang sore, kadang
dinas ke luar daerah dan baru pulang beberapa hari
kemudian.
Aku menjadi teman ngobrol ibu kost apalagi jika di
rumah lagi sepi. Ibu kots orangnya terlalu terbuka, jika telah
bercerita, ia bisa ceritakan semuanya termasuk tentang latar
belakang suaminya. Pembicaraannya kadang sulit aku
mengerti. Dia juga terkesan genit dan sisa-sisa kecantikannya
masih nampak.
Dia sangat sayang kepada saya, hingga saya nyaris
dianggap keluarganya sendiri. Jika di kamar mandiku air lagi
kosong, aku dipersilakan mandi di kamar mandi yang lain,
kebetulan di rumah itu ada tiga kamar mandi; untukku, anak-
anak dan khusus dia dan suaminya. Jika aku telat bayar kost,

tidak jadi beban bagi dia bahkan waktu menginjak semester
tiga, aku diberi bonus dua bulan gratis.
Suatu hari, dia menceritakan masa SMA dulu,
katanya, dia memiliki pacar yang sangat baik, namun tidak
disetujui oleh orang tua yang lebih menyetujui pada
suaminya yang sekarang. Padahal menurutnya, dia lebih baik
selain pintar juga akhlaknya baik sekalipun bukan dari
keluarga kaya. Yang bikin saya kaget, pacarnya itu hampir
mirip denganku.
Semakin hari ceritanya kian seru saja, bahkan dia
mulai menunjukkan hal-hal yang aneh. Pakaian selalu rapi
dan harum. Kadang-kadang dia pun demonstrasi di
hadapanku dengan memperlihatkan kemolekan tubuhnya
lewat pakaian ketat dan mini. Cara duduknya selalu
menantang, bagian pahanya dibiarkan terbuka. Saya mencoba
untuk tidak terpengaruh. Namun lambat laun rayuan mautnya
membuat aku terlena. Aku merasakan nafsunya telah lewat
ubun-ubun. Hari itu keperjakaanku hilang. Aku dihantui
dosa besar. Namun kembali perilaku bejat itu terulang dan
entah berapa kali. Jika suaminya dinas ke luar daerah aku
yang menemani tidurnya. Kadang aku tidur berdua di
kamarku. Aku pun lambat laun mulai menikmatinya.
Namun suatu hal yang tidak bisa aku sembunyikan,
aku tetap merasa dihantui dosa bahkan kadang aku stress

apalagi perbuatan bejat itu telah berlangsung hampir satu
tahun. Akibatnya prestasi saya terus menurun. Ayahku
kecewa dengan penurunan prestasiku. Aku anak lak-laki yang
diharapkan sebagai penerus cita-citanya. Apalagi jika ingat
perjuangan ibu yang banting tulang mencari tambahan uang
untuk bekal kuliah, saya sangat kasihan dan hati saya terasa
pedih sekali.
Saya berjanji tidak akan menyia-nyiakan sisa waktu
kuliah saya yang hanya setahun lagi untuk memacu prestasi
demi menebus kelalaian yang lalu. Saya bicara pada ibu kots
tentang hal itu dan mohon tidak mengganggu saya lagi.
Namun nampaknya dia marah, dia merasa selama ini telah
memberi fasilitas istimewa, makan kadang gratis dan
dipersilakan menikmati tubuhnya lagi.
Namun saya tidak mau jatuh pada lobang yang sama,
akhirnya saya pindah ke rumah salah satu keluargaku
sekalipun agak jauh. Semula aku lihat tiap hari ibu kost
mencari-cari saya di gerbang kampus, tapi aku berhasil
sembunyi. Akhirnya dia bosan sendiri dan bulan berikutnya
dia tidak saya lihat lagi. Namun perasaan berdosa itu tak
pernah lepas dari benak saya.
Tempat yang baru itu aku dijadikan sarana untuk
memperbaiki diri. Saat muncul keinginnan untuk melakukan
hubungan intim, segera aku shalat malam dan memohon di

jauhkan dari godaan syetan. Akhirnya berhasil memperbaiki
IP kuliahku bahkan jauh lebih baik. Hingga aku berhasil
meraih gelar.
Setahun lamanya aku nganggur, namun akhirnya
dapat kerja berkat bantuan ayah. Dua tahun kemudian, aku
menikah. Di malam pertama aku kaget karena aku merasa
loyo. Hingga sebulan lamanya istriku masih perawan.
Berbagai cara aku tempuh, namun aku tetap tidak mampu.
Beberapa kali aku berobat hingga mencoba obat kejantanan
berbagai merk, tapi hasilnya nihil.
Setahun telah berlalu, tapi aku tetap impoten, padahal
usiaku baru 26 tahun. Saya sudah kehilangan akal untuk
menyembuhkan penyakit ini. Akibat semua itu, Saya tidak
konsetrasi bekerja. Waktu terbuang percuma untuk berobat
ke sana ke mari. Saking kalutnya, dari rumah berangkat kerja,
namun di jalan berubah arah. Hampir saja bos memecat saya
karena bolos tanpa alasan. Andai saja tidak ada peran ayah
mungkin saya nganggur lagi.
Pulang kerja kadang diisi dengan lamunan sambil
menyesali dosa-dosa yang pernah saya lakukan dengan ibu
kost dulu. Saya yakin, ini kutukan. Saya kasihan pada istri
saya dalam setahun ini menderita. Walaupun dia tetap sabar
dan setia. Namun saya sadar kesabaran dan kesetiaan itu ada
batasnya. Saya takut isteri saya menggugat cerai. Sebelum itu

terjadi akhirnya saya yang mengusulkan untuk
menceraikannya.
Saya kemukakan pada ayah maksud saya
menceraikan termasuk pada mertua saya. Saya katakan
bahwa isteri saya memiliki masa depan, dia harus melahirkan
anak, tapi tidak mungkin dari saya. Keluargaku mengerti dan
akhirnya jatuh talak. Dan aku laki-laki yang telah berhenti
menjadi laki-laki, aku kehilangan kejantananku hingga usia
yang ke-28 ini.

ULASAN
Godaan Syetan Sejengkal demi Sejengkal

Sesal kemudian tidak ada artinya. Namun
memang tidak ada penyesalan di depan. Semuanya telah
terjadi, tinggal kini menerima akibat dari perilaku bejat itu.
Kisah ini menunjukkan bahwa untuk terjerumus pada
kemunkaran jalannya setapak demi setapak atau selangkah
demi selangkah. Juga mereka yang datang dari keluarga baik-
baik, tidak menjamin menjadi baik jika lingkungannya tidak
baik.
Idealnya jika tahu dirinya akan dijerumuskan
pada perbuatan dosa, maka harus menghindar dari
lingkungan (rumah) itu, namun yang terjadi malah dia sendiri
lantas menikmati perzinaan itu. Maka ketika dia menghindar,
itu menjadi tidak berarti karena perzinaan itu telah
berlangsung lebih setahun.
Sementara itu impotensi yang dialaminya,
tidak lain akibat derita psikis yang berlarut-larut yaitu
perasaan dosa yang mendera selama bertahun-tahun. Dunia
kedokteran pun mengakui, penderita impotensi (disfungsi
ereksi) kebanyakan bukan disebabkan faktor fisik melainkan
psikis seperti kasus di atas.

Terapi yang harus dijalani tentu bukan terapi
fisik melainkan harus terapi psikis. Karena itu sekalipun
memakai obat kejantanan, baik yang diminum maupun yang
dioleskan secara over, tidak akan berdampak apa-apa karena
panyekitnya bukan pada fisik. Bahkan justru obat-obat itu
akan semakin merusak kejiwaannya setelah terbukti obat itu
tidak menyembuhkannya; dia semakin tidak yakin dirinya
akan sembuh.
Kasus-kasus perceraian akibat impotensi ini
cukup banyak. Umumnya si penderita kurang terbuka,
akibatnya tidak banyak yang memberikan masukan.
Sebaliknya si isteri hakekatnya merasa dirugikan dengan
kondisi suami seperti itu. Idealnya secara Islam laki-laki
kotor seperti pada kisah di atas, tidak layak nikah dengan
wanita yang baik-baik.
“Umar bin Khatab berkata tentang suami
yang lemah syahwat, dia beri tempo setahun. Jika sembuh,
perkawinan bisa diteruskan dan jika tidak, si isteri
diceraikan dan mendapat mahar serta harus beriddah.”
(H.R. Baihaqi).
“Dan laki-laki pezina tidak layak kawin kecuali
dengan perempuan-perempuan pezina atau musyrikah, dan
perempuan-perempuan pezina pun tidak layak kawin kecuali
dengan laki-laki pezina atau musyrik.” ( Q.S. an-Nur: 3).

“Wanita-wanita yang keji diperuntukkan bagi laki-
laki yang keji. (Sebaliknya) laki-laki yang keji diperuntukkan
bagi wanita yang keji. Dan wanita yang baik diperuntukkan
bagi laki-laki yang baik. (Sebaliknya) laki-laki yang baik
diperuntukkan bagi wanita yang baik.” (QS. An-Nur: 26).
Karena itu selektif saat menentukan pasangan adalah
langkah bijaksana. Bahkan dalam hal pemilihan calon isteri
Rasulullah tidak membolehkan mengawini wanita-baik-baik
tapi berada di lingkungan yang tidak baik, begitu juga
sebaliknya. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi
kehidupan seseorang, dan karena lingkungan itu dia menjadi
terjerumus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar